Powered By Blogger

Tuesday 14 August 2012

Agriculture Policy


Pendahuluan
Many people think that farming is a simple and and mun-dane act, but they are wrong. It is the soul of any great culture, because it requires a not only a great deal of accumulated knowledge, but also taking this knowledge, and putting it to use every single day. Knowledge of the weather, the soil, plants, animals, the cycles of nature. All of this is used every day by a farmer to make the decisions that have to be made in order to produce the food that we eat. To us it may seem like food comes from a factory, but it reality it comes from a culture that generation after generation, has been created to produce that food ( Rosset, 1997).
Dalam paper ini akan membahas tentang bagaimana di abad ke-21 ini, khususnya di Indonesia dan di seluruh dunia pada umumnya. Memang, saat ini pertanian banyak memiliki peran, peran tersebut baik di Negara yang sedang berkembang maupun Negara yang telah maju. dua peran yang juga tantangan dari sector pertanian tersebut seperti:
1.      Mendukung lebih dari 240 juta penduduk Indonesia pada saat ini.
2.      Memberikan lapangan pekerjaan bagi kurang lebih 21.74 juta rumah tangga tani yang merupakan 58,87% dari total rumah tangga Indonesia (Sensus Pertanian, 1993).
Sector pertanian memang sector yang tangguh yang merupakan sector primer tumpuan perekonomian dan ketahan pangan sebagian rakyat, untuk itu sangatlah diperlukan adanya pembangunan pertanian yang berkelajutan (Agriculture Sustainable). Namun sayangnya kebijakan pembangunan pertanian masih mempunyai negative residual effect, dimana kemiskinan terbesar berada pada kelompok masyarakat pertanian dan pedesaan, sumber daya alam dan lingkungan yang terdegedrasi, kelembagaan pertanian yang bergantung pada program dan proyek pemerintah, ketergantungan terhadap teknologi dan input eksternalyang tinggi, dan kerentanan sistem pangan dan pertanian terhadap perubahan. Untuk itu, sebagai suatu alasan bagi pemerintah untuk membuat kebijakan yang berkaitan dengan pertanian yang berkelanjutan yang dapat memberikan dampak positif bagi seluruh rakyat di Indonesia.

A.    Tujuan Pembangunan Pertanian
Kebijaksanaan pembangunan pertanian di Indonesia senantiasa didasarkan pada amanat yang telah dituliskan dalam garis besar haluan Negara (GBHN). Dalam pembangunan pima tahun (Pelita) IV ini pembangunan di Indonesia diarahkan untuk memenuhi tujuan yang ingin dicapai yaitu mencapai kesejahteraan masyarakat pertanian secara lebih merata, secara nasional tujuan ini harus dapat dicapai melalui konsep trilogy pembangunan, yaitu:
a.       Pemerataan hasil pembangunan.
b.      Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
c.       Stabilitas nasional yang dinamis.
Dalam bidang pertanian, tujuan pembangunan pertanian tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produksi, produktivitas tenaga kerja, tanah, dan modal. Cara untuk meningkatkan produksi telah dilaksanakan oleh pemerintah antara lin dengan cara :
a.       Intensifikasi seperti program bimbingan masal (Bimas), intensifikasi masal (Inmas), intensifikasi khusus (Insus), dsb.
b.      Ekstensifikasi, seperti program pencetakan sawah baru, perluasan areal pertanian diluar pulau jawa, dsb.
c.       Diversifikasi, seperti usaha campuran antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lain (tumpang sari, tumpang gilir, dsb).
d.      Rehabilitasi yaitu peningkatan produksi dengan cara merehabilitasi fakta pendukung yang menentukan peningkatan produksi.
Dalam menyongsong era lepas landas yang akan diawali pada pelita IV, pemerintah kini sedang menerapkan konsep “Pertanian Tangguh” yang juga sebagai sasaran dari kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia. Pada prinsipnya, pertanian tangguh ini mempunyai sasaran untuk membangun pertanian yang efisiensi dan produktif dengan tingkat pendapatan masyarakat tani menyamai pendapatan rata-rata masyarakat. Dengan demikian diharapkan akan terjadi pemerataan pendapatan kalangan masyarakat. Sedangkan arah pembangunan pertanian untuk mencapai maksud tersebut dirumuskan berupa perencanaan pertanian regional terpadu dan konsisten, selaras dengan pembangunan sistem komoditi terpadu dan perencanaan ekonomi nasional. Menurut Winarno dkk, (1987) arah pembanguan pertanian di Indonesia dimasa mendatang dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.       Jawa secara bertahap diarahkan untuk komoiditi yang bernilai tinggi, teknologi maju, permintaannya elastis dan relative padat karya.
b.      Sementara itu untuk daerah diluar jawa, diarahkan untuk komoditi yang mempunyai permintaan tidak elastis tetapi padat modal dan skala besar.
c.       Pertanian diarahkan pada dinamika permintaan pasar yang diusahakan dengan biaya yang relative rendah.
d.      Areal pengembangan komoditi diarahkan pada konsep konsolidasi dan regionalisasi dengan prinsip asas keuntungan, komparatif, dan skala usaha.
e.       Untuk meningkatkan nilai tambah komoditi pertanian, maka dirahakan adanya upaya medirikan industri pertanian yang dekat dengan daerah sentral produksi. Uapay ini sekaligus dapat menyerap tenaga kerja dipedesaan.
f.       Untuk meningkatkan pendapatan usaha tani maka program teknologi pra dan pasca panen perlu disempurnakan dan ditingkatkan.

B.     School of Tought
Tidak bisa dipungkiri bahwa kelangsungan penghidupan masyarakat sangat ditentukan oleh bagaimana sumberdaya alam dan lingkungan dikelola. Dengan kata lain, pengelolaan sumberdaya alam secara lestari akan memberikan fondasi yang kuat bagi terwujudnya ketahanan pangan dan livelihood outcomes lainnya. Kedua, isu partisipasi publik. Ketika “demokrasi” menjadi pilihan untuk membangun konsensus dalam menyelesaikan masalah, maka partisipasi publik merupakan sebuah kebutuhan yang tidak bisa dihindari dalam proses perumusan, perencanaan dan pelaksanaan kebijakan. “Scholl of Thought” dalam Pembangunan Pertanian Sebelum memulai pembahasan mengenai dua proposisi utama dalam makalah ini, agaknya patut untuk mengelaborasi aras pemikiran yang berkembang berkaitan dengan pembangunan pertanian. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan referensi yang akan memperkaya pemikiran akan pilihan pilihan model pembangunan pertanian ke depan.
Pretty (1995) mencatat ada lima schooll of thought dalam pembangunan pertanian :
1.       Optimist
Pihak ini mempunyai cara pikir bahwa supply akan selalu bertemu dengan demand dan petumbuhan produksi pangan akan bisa mengatasi kebutuhan pangan penduduk. Seperti nampak pada penurunan harga pangan (50% pada dekade yang lalu), mengindikasikan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan atas kebutuhan konsumsi.
2.       Environmental pessimist
Pihak ini yang sering mengingatkan bahwa secara batas daya dukung ekologi, akan segera tercapai, sudah terlampai atau sudah sangat lewat. Dinyatakan bahwa tekanan populasi terlampau tinggi sementara yield produksi lambat, bahkan menurun.


3.       Industrialized world to the Rescue
Kelompok pemikiran ini percaya bahwa negara dunia ketiga tidak akan pernah mampu memenuhi kebutuhan pangannya, atas alasan ekologi, institusi dan infrastruktur dan untuk semua itu selalu ada gap yang bisa diisi oleh pertanian modern di negara Utara.
4.       New Modernists
Pemikiran dari kelompok ini menyatakan bahwa yield produksi masih dapat ditingkatkan pada luasan lahan yang ada dan pertumbuhan produksi pangan hanya dapat diperoleh dari input luar yang tinggi. Targetnya adalah untuk mempertahankan keberhasilan Revolusi Hijau.
5.       Sustainable Intensification
Paham ini menyatakan bahwa pertumbuhan produksi secara substansial mungkin dicapai pada potensi lahan yang ada sekarang bahkan yang sudah terdegradasi daya dukungnya, dengan syarat pada saat yang sama memproteksi dan meregenerasi sumberdaya alam.
Kelima varian pemikiran dalam pembangunan pertanian dalam konteks global bekerja melalui berbagai institusi dan pelaku pertanian di dunia. Hal tersebut termanifestasi dalam kepentingan agen agen pembangunan baik skala nasional maupun global, baik sektor pemerintah, swasta maupun masyarakat sipil.

C.    Kebijaksanaan Perangsang Berproduksi
Dalam kegiatan sehari-hari, seringkali dijumpai adanya harga komoditi pertanian yang cenderung menurun bila musim panen mulai tiba. Situasi seperti itu disebabkan karena adanya kekuatan pasar. Makin kuat mekanisme pasar atau makin sempurna persaingan produsen dan konsumen untuk merebut pasar, maka perubahan atau fluktuasi harga pasar tidaklah terlalu besar.
Dalam kebijaksanaan perangsang berproduksi, sering diklasifikasikan menjadi dua hal, yaitu :
a.      Kebijakan Harga
Kebijakan harga sering diatur oleh pemerintah yang biasa dituangkan dalam bentuk peraturan, apakah itu merupakan keputusan menteri atau keputusan pejabat yang diberikan wewenang dalam hal tersebut.
Contoh kebijakan harga adalah pemberian subsidi sarana produksi. Hal ini dapat terjadi karena harga sarana produksi ternyata lebih rendah dari perolehan. Kemudian kebijakan selanjutnya ialah kebijakan penentuan harga tertinggi atau harga atap (ceiling price), dan kebijakan harga dasar (floor price). Harga dasar diperlukan untuk menjaga agar harga pasar pada saat panen tidak menurun jauh kebawah dari yang seharusnya diterima oleh produsen dan diupayakan agar harga pasar minimal sama dengan harga dasar. Sebaliknya, harga atap tetap diperlukan khususnya pada musim-musim paceklik, saat persediaan produksi terbatas.
Dengan kata lain, kebijakan harga dimaksudkan untuk melindungi produsen dari tekanan pasar yang tidak berfungsi sempurna. Dalam keadaan harga pasar berada di antara harga dasar dan harga atap, maka baik produsen maupun konsumen masing-masing tidak dirugikan.
b.      Kebijakan non-Harga
Kebijakan ini biasanya diwujudkan dalam bentuk penunjang dari kebijakan harga. Sebab suatu kebijakan harga tidak daopat dilaksanakan dengan baik tanpa adanya dukungan factor penunjangnya. Kebijakan non-harga ini, misalnya berupa infrastruktur (pembuatan jalan pedesaan, prasarana angkutan hasil pertanian, pembangunan irigasi, dsb.). kebijakan ini pun dapat menimbulkan dampak langsung seperti pembuatan prasaran jalan, karena hal ini berpengaruh langsung dengan harga jual hasil pertanian. Kemudian, dampak tidak langsungnya seperti pembangunan saluran irigasi, yang akan menyababkan produksi komoditi semakin meningkat, walaupun bukan menjamin menambah jumlah penerimaan yang diterima petani.

D.    Kebijakan Penentuan Bufferstock dan Impor
Operasi Bufferstock akan berhasil jika stok pangan nasional jumlahnya cukup memadai. Sebaliknya, bila produksi di dalam negeri dianggap tidak memadai kebutuhan konsumen, maka perlu dilaksanakan kebijakan impor.
Karena konsep tersebut, maka sejak orde baru  masalah pangan mendapat perhatian secara khusus. Dengan dikeluarkannya KEPPRES No. 11 tahun 1969, dibentuklah operasi bufferstock. Prinsip utamanya adalah pembaharuan terhadap kedudukan, tugas pokok, dan fungsi BULOG. Untuk itu, sebelum melaksanakan tugasnya, telebih daulu harus mengidentifikasi tentang pengertian  stok pangan nasional. Menurut Moeljono (1978), pengertian stok pangan nasional terdiri dari :
a.       Comitment Stock (CS)
Merupakan stok pangan yang dimaksudkan untuk jatah atau distribusi pangan pada sasaran yang telah menjadi kesepakatan.
b.      Stabilization Stock (SS)
Dimaksudkan untuk membeli kelebihan produksi dalam negeri guna mengamankan harga dasar dan juga sekaligus digunakan untuk mengamankan harga atap.


c.       Emergency Stock (ES)
Dimaksudkan untuk menjamin kebutuhan pangan pada saat terjadi hal-hal yang bersifat darurat dan diluar kekuasaan manusia.
d.      Carry Over Stock (COS)
Dimaksudkan utnuk cadangan guna persiapan pengadaan stock pangan berikutnya.

E.     Kebijakan Pembangunan Pertanian Tangguh
Kata pertanian tangguh akhir-akhir ini menjadi popular baik di kalangan pemerintah, para pakar, maupun masyarakat luas. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menggariskan bahwa suatu ketika nanti pada akhir REPELITA V, sector pertanian harus tangguh dan mendukung industri yang kuat. Pemikiran yang mantap inilah dalam kebijakan sector pertanian di Indonesia disebut dengan konsep pertanian tangguh, dan konsep tersebut sedang dalam proses pembahasan.
Menurut Kasryno dkk(1985), pertanian tangguh adalah pertanian yang secara dinamis dan ulet maupun secara optimal memanfaatkan SDA, tenaga, modal, dan teknologi yang ada pada lingkungan fisik dan social tempatnya berpijak dan sekaligus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani dalam arti luas.
Untuk mencapai tujuan pertanian tangguh tersebut, diperlukan partisipasi dari semua pihak yang bertanggung jawab pada masyarakat pedesaan. Ada empat strategi umum, berikut ini adalah empat strateginya :
a.       Startegi pengembangan produksi, kesempatan kerja dalam pembangunan regional.
b.      Strategi mengenai kelembagaan dan penguasaan tanah.
c.       Strategi dalam kelembagaan perkreditan pedesaan
d.      Strategi sehubungan dengan pengembangan konsumsi.
Strategi pengembangan produksi pertanian diarahkan pada produksi yang menunjang pengembangan industri pedesaan, dilaksanakan di tiap sector produksi dan di daerah regional masing-masing.
Berdasarkan uraian di atas, maka ketangguhan pertanian berarti ketangguhan dalam keseluruhan sub-sistem secara dinamis dan serasi. Sub sistem tersebut mencakup aspek aparatur pemerintah dan ekonomi sektoral. Menurut Kasryno dkk (1985), yang dimaksudkan dengan subsistem aparatur pemerintah ini adalah sumber kebijakan yang dituangkan dalam berbagai perundang-undangan, peraturan, perencanaan dan pelayanan, yang mencakup bidang peneilitian dan pengembangan, pendidikan, produksi, pasca panen dan pengolahan hasil, pemasaran dan harga, prasarana dan perhubungan, dan perbankan serta kredit.
Selain itu, untuk mengantisipasi era pembangunan pertama dalam pembangunan jangka panjang tahap II (PJPT-II), dimana kontribusi relative dari sector pertanian yang semakin berkurang, maka pemerintah telah menetapkan kebijakan baru dalam pembangunan pertanian, yaitu (Syarifudin Baharsyah, 1992):
1.      Kebijakan Fiskal
Kebijakan tersebut seperti Public Expenditure, Tax Holiday, pajak perusahaan, dan pajak pendapatan.
2.      Kebijakan Investasi
Seperti Investasi terhadap infrastruktur, pendidikan dan latihan, dan penelitian.
3.      Kebijakan Harga
Berupa Mekanisme pasar, dan sistem pemasaran yang bertujuan meningkatkan bargaining position petani, struktur pasar yang lebih kompetitif, menciptakan pusat-pusat produksi, menurunkan biaya pemasaran, dan deregulasi perdagangan luar negeri.
4.      Kebijakan Kelembagaan
Berupa pola PIR, Pola Bapak Angkat, Contract Farming, dan Agribusiness Incubation Centre.
5.      Kebijakan Penelitian
Berupa teknologi hemat lahan, air, saran produksi, yang dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja, dan meningkatkan keunggulan komparatif.
6.      Kebijakan Pendidikan
Berupa manajerial professional dan tenaga terampil.

Sumber :
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian : Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

No comments:

Post a Comment