Pendahuluan
Many people
think that farming is a simple and and mun-dane act,
but they are wrong. It is the soul of any great culture, because it requires a
not only a great deal of accumulated knowledge, but also taking this knowledge,
and putting it to use every single day. Knowledge of the weather, the soil, plants,
animals, the cycles of nature. All of this is used every day by a farmer to
make the decisions that have to be made in order to produce the food that we
eat. To us it may seem like food comes from a factory, but it reality it comes
from a culture that generation after generation, has been created to produce
that food ( Rosset, 1997).
Dalam
paper ini akan membahas tentang bagaimana di abad ke-21 ini, khususnya di
Indonesia dan di seluruh dunia pada umumnya. Memang, saat ini pertanian banyak
memiliki peran, peran tersebut baik di Negara yang sedang berkembang maupun
Negara yang telah maju. dua peran yang juga tantangan dari sector pertanian
tersebut seperti:
1. Mendukung
lebih dari 240 juta penduduk Indonesia pada saat ini.
2. Memberikan
lapangan pekerjaan bagi kurang lebih 21.74 juta rumah tangga tani yang
merupakan 58,87% dari total rumah tangga Indonesia (Sensus Pertanian, 1993).
Sector
pertanian memang sector yang tangguh yang merupakan sector primer tumpuan
perekonomian dan ketahan pangan sebagian rakyat, untuk itu sangatlah diperlukan
adanya pembangunan pertanian yang berkelajutan (Agriculture Sustainable). Namun
sayangnya kebijakan pembangunan pertanian masih mempunyai negative residual
effect, dimana kemiskinan terbesar berada pada kelompok masyarakat pertanian
dan pedesaan, sumber daya alam dan lingkungan yang terdegedrasi, kelembagaan
pertanian yang bergantung pada program dan proyek pemerintah, ketergantungan
terhadap teknologi dan input eksternalyang tinggi, dan kerentanan sistem pangan
dan pertanian terhadap perubahan. Untuk itu, sebagai suatu alasan bagi
pemerintah untuk membuat kebijakan yang berkaitan dengan pertanian yang
berkelanjutan yang dapat memberikan dampak positif bagi seluruh rakyat di
Indonesia.
A.
Tujuan
Pembangunan Pertanian
Kebijaksanaan pembangunan pertanian di Indonesia
senantiasa didasarkan pada amanat yang telah dituliskan dalam garis besar
haluan Negara (GBHN). Dalam pembangunan pima tahun (Pelita) IV ini pembangunan
di Indonesia diarahkan untuk memenuhi tujuan yang ingin dicapai yaitu mencapai
kesejahteraan masyarakat pertanian secara lebih merata, secara nasional tujuan
ini harus dapat dicapai melalui konsep trilogy pembangunan, yaitu:
a. Pemerataan
hasil pembangunan.
b. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi
c. Stabilitas
nasional yang dinamis.
Dalam bidang pertanian, tujuan pembangunan pertanian
tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produksi, produktivitas
tenaga kerja, tanah, dan modal. Cara untuk meningkatkan produksi telah
dilaksanakan oleh pemerintah antara lin dengan cara :
a. Intensifikasi
seperti program bimbingan masal (Bimas), intensifikasi masal (Inmas),
intensifikasi khusus (Insus), dsb.
b. Ekstensifikasi,
seperti program pencetakan sawah baru, perluasan areal pertanian diluar pulau
jawa, dsb.
c. Diversifikasi,
seperti usaha campuran antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lain
(tumpang sari, tumpang gilir, dsb).
d. Rehabilitasi
yaitu peningkatan produksi dengan cara merehabilitasi fakta pendukung yang
menentukan peningkatan produksi.
Dalam menyongsong era lepas landas yang akan diawali
pada pelita IV, pemerintah kini sedang menerapkan konsep “Pertanian Tangguh” yang juga sebagai sasaran dari kebijakan
pembangunan pertanian di Indonesia. Pada prinsipnya, pertanian tangguh ini
mempunyai sasaran untuk membangun pertanian yang efisiensi dan produktif dengan
tingkat pendapatan masyarakat tani menyamai pendapatan rata-rata masyarakat.
Dengan demikian diharapkan akan terjadi pemerataan pendapatan kalangan
masyarakat. Sedangkan arah pembangunan pertanian untuk mencapai maksud tersebut
dirumuskan berupa perencanaan pertanian regional terpadu dan konsisten, selaras
dengan pembangunan sistem komoditi terpadu dan perencanaan ekonomi nasional.
Menurut Winarno dkk, (1987) arah pembanguan pertanian di Indonesia dimasa
mendatang dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Jawa
secara bertahap diarahkan untuk komoiditi yang bernilai tinggi, teknologi maju,
permintaannya elastis dan relative padat karya.
b. Sementara
itu untuk daerah diluar jawa, diarahkan untuk komoditi yang mempunyai
permintaan tidak elastis tetapi padat modal dan skala besar.
c. Pertanian
diarahkan pada dinamika permintaan pasar yang diusahakan dengan biaya yang
relative rendah.
d. Areal
pengembangan komoditi diarahkan pada konsep konsolidasi dan regionalisasi
dengan prinsip asas keuntungan, komparatif, dan skala usaha.
e. Untuk
meningkatkan nilai tambah komoditi pertanian, maka dirahakan adanya upaya
medirikan industri pertanian yang dekat dengan daerah sentral produksi. Uapay
ini sekaligus dapat menyerap tenaga kerja dipedesaan.
f. Untuk
meningkatkan pendapatan usaha tani maka program teknologi pra dan pasca panen
perlu disempurnakan dan ditingkatkan.
B.
School
of Tought
Tidak bisa dipungkiri bahwa kelangsungan penghidupan
masyarakat sangat ditentukan oleh bagaimana sumberdaya alam dan lingkungan
dikelola. Dengan kata lain, pengelolaan sumberdaya alam secara lestari akan
memberikan fondasi yang kuat bagi terwujudnya ketahanan pangan dan livelihood
outcomes lainnya. Kedua, isu partisipasi publik. Ketika “demokrasi” menjadi pilihan untuk membangun konsensus dalam
menyelesaikan masalah, maka partisipasi publik merupakan sebuah kebutuhan yang
tidak bisa dihindari dalam proses perumusan, perencanaan dan pelaksanaan
kebijakan. “Scholl of Thought” dalam
Pembangunan Pertanian Sebelum memulai pembahasan mengenai dua proposisi utama
dalam makalah ini, agaknya patut untuk mengelaborasi aras pemikiran yang
berkembang berkaitan dengan pembangunan pertanian. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan referensi yang akan memperkaya pemikiran akan pilihan pilihan model
pembangunan pertanian ke depan.
Pretty
(1995) mencatat ada lima schooll of
thought dalam pembangunan pertanian :
1.
Optimist
Pihak ini mempunyai cara pikir bahwa
supply akan selalu bertemu dengan demand dan petumbuhan produksi pangan akan
bisa mengatasi kebutuhan pangan penduduk. Seperti nampak pada penurunan harga
pangan (50% pada dekade yang lalu), mengindikasikan bahwa tidak ada yang perlu
dikhawatirkan atas kebutuhan konsumsi.
2.
Environmental
pessimist
Pihak ini yang sering mengingatkan bahwa
secara batas daya dukung ekologi, akan segera tercapai, sudah terlampai atau
sudah sangat lewat. Dinyatakan bahwa tekanan populasi terlampau tinggi
sementara yield produksi lambat, bahkan menurun.
3.
Industrialized
world to the Rescue
Kelompok pemikiran ini percaya bahwa
negara dunia ketiga tidak akan pernah mampu memenuhi kebutuhan pangannya, atas
alasan ekologi, institusi dan infrastruktur dan untuk semua itu selalu ada gap
yang bisa diisi oleh pertanian modern di negara Utara.
4.
New
Modernists
Pemikiran dari kelompok ini menyatakan
bahwa yield produksi masih dapat ditingkatkan pada luasan lahan yang ada dan
pertumbuhan produksi pangan hanya dapat diperoleh dari input luar yang tinggi.
Targetnya adalah untuk mempertahankan keberhasilan Revolusi Hijau.
5.
Sustainable
Intensification
Paham ini menyatakan bahwa pertumbuhan
produksi secara substansial mungkin dicapai pada potensi lahan yang ada
sekarang bahkan yang sudah terdegradasi daya dukungnya, dengan syarat pada saat
yang sama memproteksi dan meregenerasi sumberdaya alam.
Kelima
varian pemikiran dalam pembangunan pertanian dalam konteks global bekerja
melalui berbagai institusi dan pelaku pertanian di dunia. Hal tersebut
termanifestasi dalam kepentingan agen agen pembangunan baik skala nasional
maupun global, baik sektor pemerintah, swasta maupun masyarakat sipil.
C.
Kebijaksanaan
Perangsang Berproduksi
Dalam kegiatan sehari-hari, seringkali dijumpai
adanya harga komoditi pertanian yang cenderung menurun bila musim panen mulai
tiba. Situasi seperti itu disebabkan karena adanya kekuatan pasar. Makin kuat
mekanisme pasar atau makin sempurna persaingan produsen dan konsumen untuk
merebut pasar, maka perubahan atau fluktuasi harga pasar tidaklah terlalu
besar.
Dalam kebijaksanaan perangsang berproduksi, sering
diklasifikasikan menjadi dua hal, yaitu :
a.
Kebijakan
Harga
Kebijakan harga sering
diatur oleh pemerintah yang biasa dituangkan dalam bentuk peraturan, apakah itu
merupakan keputusan menteri atau keputusan pejabat yang diberikan wewenang
dalam hal tersebut.
Contoh kebijakan harga
adalah pemberian subsidi sarana produksi. Hal ini dapat terjadi karena harga
sarana produksi ternyata lebih rendah dari perolehan. Kemudian kebijakan
selanjutnya ialah kebijakan penentuan harga tertinggi atau harga atap (ceiling price), dan kebijakan harga
dasar (floor price). Harga dasar
diperlukan untuk menjaga agar harga pasar pada saat panen tidak menurun jauh
kebawah dari yang seharusnya diterima oleh produsen dan diupayakan agar harga
pasar minimal sama dengan harga dasar. Sebaliknya, harga atap tetap diperlukan
khususnya pada musim-musim paceklik, saat persediaan produksi terbatas.
Dengan kata lain,
kebijakan harga dimaksudkan untuk melindungi produsen dari tekanan pasar yang
tidak berfungsi sempurna. Dalam keadaan harga pasar berada di antara harga
dasar dan harga atap, maka baik produsen maupun konsumen masing-masing tidak
dirugikan.
b.
Kebijakan
non-Harga
Kebijakan ini biasanya
diwujudkan dalam bentuk penunjang dari kebijakan harga. Sebab suatu kebijakan
harga tidak daopat dilaksanakan dengan baik tanpa adanya dukungan factor
penunjangnya. Kebijakan non-harga ini, misalnya berupa infrastruktur (pembuatan
jalan pedesaan, prasarana angkutan hasil pertanian, pembangunan irigasi, dsb.).
kebijakan ini pun dapat menimbulkan dampak langsung seperti pembuatan prasaran
jalan, karena hal ini berpengaruh langsung dengan harga jual hasil pertanian.
Kemudian, dampak tidak langsungnya seperti pembangunan saluran irigasi, yang
akan menyababkan produksi komoditi semakin meningkat, walaupun bukan menjamin
menambah jumlah penerimaan yang diterima petani.
D.
Kebijakan
Penentuan Bufferstock dan Impor
Operasi Bufferstock
akan berhasil jika stok pangan nasional jumlahnya cukup memadai. Sebaliknya, bila
produksi di dalam negeri dianggap tidak memadai kebutuhan konsumen, maka perlu dilaksanakan
kebijakan impor.
Karena konsep tersebut, maka sejak orde baru masalah pangan mendapat perhatian secara
khusus. Dengan dikeluarkannya KEPPRES No. 11 tahun 1969, dibentuklah operasi bufferstock. Prinsip utamanya adalah
pembaharuan terhadap kedudukan, tugas pokok, dan fungsi BULOG. Untuk itu,
sebelum melaksanakan tugasnya, telebih daulu harus mengidentifikasi tentang
pengertian stok pangan nasional. Menurut
Moeljono (1978), pengertian stok pangan nasional terdiri dari :
a. Comitment Stock (CS)
Merupakan stok pangan
yang dimaksudkan untuk jatah atau distribusi pangan pada sasaran yang telah
menjadi kesepakatan.
b.
Stabilization
Stock (SS)
Dimaksudkan untuk
membeli kelebihan produksi dalam negeri guna mengamankan harga dasar dan juga
sekaligus digunakan untuk mengamankan harga atap.
c.
Emergency
Stock (ES)
Dimaksudkan untuk
menjamin kebutuhan pangan pada saat terjadi hal-hal yang bersifat darurat dan
diluar kekuasaan manusia.
d. Carry
Over Stock (COS)
Dimaksudkan utnuk cadangan guna
persiapan pengadaan stock pangan berikutnya.
E.
Kebijakan
Pembangunan Pertanian Tangguh
Kata pertanian tangguh akhir-akhir ini menjadi
popular baik di kalangan pemerintah, para pakar, maupun masyarakat luas. Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) telah menggariskan bahwa suatu ketika nanti pada
akhir REPELITA V, sector pertanian harus tangguh dan mendukung industri yang
kuat. Pemikiran yang mantap inilah dalam kebijakan sector pertanian di
Indonesia disebut dengan konsep pertanian tangguh, dan konsep tersebut sedang
dalam proses pembahasan.
Menurut Kasryno dkk(1985), pertanian tangguh adalah
pertanian yang secara dinamis dan ulet maupun secara optimal memanfaatkan SDA,
tenaga, modal, dan teknologi yang ada pada lingkungan fisik dan social
tempatnya berpijak dan sekaligus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
tani dalam arti luas.
Untuk
mencapai tujuan pertanian tangguh tersebut, diperlukan partisipasi dari semua
pihak yang bertanggung jawab pada masyarakat pedesaan. Ada empat strategi umum,
berikut ini adalah empat strateginya :
a. Startegi
pengembangan produksi, kesempatan kerja dalam pembangunan regional.
b. Strategi
mengenai kelembagaan dan penguasaan tanah.
c. Strategi
dalam kelembagaan perkreditan pedesaan
d. Strategi
sehubungan dengan pengembangan konsumsi.
Strategi
pengembangan produksi pertanian diarahkan pada produksi yang menunjang
pengembangan industri pedesaan, dilaksanakan di tiap sector produksi dan di
daerah regional masing-masing.
Berdasarkan uraian di atas, maka ketangguhan
pertanian berarti ketangguhan dalam keseluruhan sub-sistem secara dinamis dan
serasi. Sub sistem tersebut mencakup aspek aparatur pemerintah dan ekonomi
sektoral. Menurut Kasryno dkk (1985), yang dimaksudkan dengan subsistem
aparatur pemerintah ini adalah sumber kebijakan yang dituangkan dalam berbagai
perundang-undangan, peraturan, perencanaan dan pelayanan, yang mencakup bidang
peneilitian dan pengembangan, pendidikan, produksi, pasca panen dan pengolahan
hasil, pemasaran dan harga, prasarana dan perhubungan, dan perbankan serta
kredit.
Selain itu, untuk mengantisipasi era pembangunan
pertama dalam pembangunan jangka panjang tahap II (PJPT-II), dimana kontribusi
relative dari sector pertanian yang semakin berkurang, maka pemerintah telah
menetapkan kebijakan baru dalam pembangunan pertanian, yaitu (Syarifudin Baharsyah,
1992):
1.
Kebijakan
Fiskal
Kebijakan tersebut
seperti Public Expenditure, Tax Holiday,
pajak perusahaan, dan pajak pendapatan.
2.
Kebijakan
Investasi
Seperti Investasi terhadap
infrastruktur, pendidikan dan latihan, dan penelitian.
3.
Kebijakan
Harga
Berupa Mekanisme pasar,
dan sistem pemasaran yang bertujuan meningkatkan bargaining position petani,
struktur pasar yang lebih kompetitif, menciptakan pusat-pusat produksi,
menurunkan biaya pemasaran, dan deregulasi perdagangan luar negeri.
4.
Kebijakan
Kelembagaan
Berupa pola PIR, Pola
Bapak Angkat, Contract Farming, dan Agribusiness Incubation Centre.
5.
Kebijakan
Penelitian
Berupa teknologi hemat
lahan, air, saran produksi, yang dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja,
dan meningkatkan keunggulan komparatif.
6.
Kebijakan
Pendidikan
Berupa manajerial professional dan tenaga terampil.
Sumber
:
Soekartawi.
2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian :
Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
http://tirtaamartya.wordpress.com/2009/01/23/kebijakan-pertanian-pengelolaan-sumberdaya-alam-dan-partisipasi-publik/,
diunduh pada 07/08/2012, pukul 23.03.
No comments:
Post a Comment